Ketika Malaikat dan Iblis Menjadi Bosan
by Ariearmend
Setelah membereskan segala sesuatunya dengan sangat cepat, Alexa keluar menuju Honda Civic nya. Sebuah suara halus dari jarak yang tidak terlalu jauh terdengar olehnya, suara yang sangat dikenalnya. Sebelum sebuah hantaman keras ke dada sebelah kirinya, membuatnya terdorong dengan keras kebelakang, tas Samsonite
yang sebelumnya digenggam ditangan kiri terlepas dalam hempasan. refleksnya bergerak, dalam momentum hempasan, tangan kanannya meraih glock yang terselip di holster yang dia ikatkan disabuk bagian belakang celana jeans lusuhnya. Sedangkan tangan kirinya membuat posisi menahan hempasan jatuh. Sebuah gerakan profesional yang hanya dapat dilakukan oleh seorang agen lapangan yang sangat terlatih seperti dirinya. Dalam hitungan detik tubuhnya menyentuh tanah, ditopang tangan kiri nya untuk menahan benturan fatal pada kepala dengan tangan kanan yang sudah mengarahkan pistolnya kearah sumber suara sebelumnya.
yang sebelumnya digenggam ditangan kiri terlepas dalam hempasan. refleksnya bergerak, dalam momentum hempasan, tangan kanannya meraih glock yang terselip di holster yang dia ikatkan disabuk bagian belakang celana jeans lusuhnya. Sedangkan tangan kirinya membuat posisi menahan hempasan jatuh. Sebuah gerakan profesional yang hanya dapat dilakukan oleh seorang agen lapangan yang sangat terlatih seperti dirinya. Dalam hitungan detik tubuhnya menyentuh tanah, ditopang tangan kiri nya untuk menahan benturan fatal pada kepala dengan tangan kanan yang sudah mengarahkan pistolnya kearah sumber suara sebelumnya.
Alexa melepaskan dua tembakan kearah sumber suara tersebut, terdengar suara teriakan kecil yang diikuti dengan suara tubuh terjatuh, kemudian langsung diikuti dengan suara rentetan peluru kearah dirinya dengan membabi buta.
Alexa menghindari hantaman peluru-peluru tadi dengan berguling kebelakang, diraihnya tas hitam yang sebelumnya terlempar dari tangan kirinya. Sekilas dia masih sempat memeriksa dada kirinya yang dihantam peluru beberapa saat yang lalu, rasa nyeri didadanya dia abaikan, pikirannya mengkalkulasi setiap kejadian, dengan jumlah peluru yang dia bawa saat ini dan jenis senjata yang dia bawa, serta dari rentetan peluru yang terus mengejarnya, dapat dipastikan ada lebih dari tiga orang dan mereka mempergunakan persenjataan buru sergap yang lengkap. Dan didunia nyata, senjata buru sergap otomatis dengan tingkat akurasi sebuah laras panjang, bukan lawan yang sebanding dengan sebuah glock standar dengan satu magazine ekstra berjumlah sepuluh butir peluru. Dalam film-film mungkin jagoan akan menang dengan adegan-adegan super keren dan gerakan-gerakan super mustahil, yang tentu saja semua itu hanya dapat dilakukan seseorang dalam sebuah film. Tapi ini bukan film, teriaknya dengan sangat keras didalam hatinya. Menyesal dengan sangat, karena beberapa senjata semi otomatisnya baru saja dia simpan karena pertimbangan "ketidakperluan" dan sekarang pertimbangan tersebut membuatnya terpojok dalam situasi yang seharusnya tidak perlu terjadi. Dalam hitungan detik rentetan peluru tersebut terus mengejarnya tanpa ampun, dan perlindungan diluar bangunan rumah ini tidak dapat diandalkan, dengan gerakan terlatih, Alexa melompat masuk kembali kedalam rumah melalui jendela terdekat yang berada didekatnya, pecahan kaca dan kayu saling berhamburan saling berebut untuk mengeluarkan suara gaduh diikuti benturan tubuhnya dengan lantai kayu yang terdapat diruangan tengah. suara rentetan peluru terus mengejarnya kedalam ruangan. sesaat suara tersebut terhenti, tetapi Alexa tidak memiliki waktu banyak memikirkan hal tersebut. Diraihnya extra magazine yang ada ditas hitamnya, dilempar tas tersebut kesudut seberang kamar dari posisinya berada, sedang kan dirinya menyelinap dengan cepat kearah ruang penyimpanan senjata. Dengan langkah cepat, dia menuruni tangga turun masuk kedalam ruang tersebut. Batinnya bertanya, bagaimana orang-orang ini dapat menemukan posisinya.. pintu masuk tersebut terbuka, dan dia menyelinap dengan cepat, menutup ruangan tersebut kemudian melangkah ke arah senjata otomatis terdekat yang berada dari tempatnya. mengambil beberapa magazin peluru, menyelipkannya kedalam kantong jaketnya dan bergerak dengan cepat kearah pintu tempatnya tadi masuk, karena untuk masuk kedalam ruangan ini hanya dapat dilalui dari pintu tersebut. Dan ruangan ini berfungsi juga sebagai bunker. Dibukanya pintu masuk tersebut dengan perlahan, dari jarak tersebut, dia dapat mendengar suara langkah-langkah perlahan para pengejarnya yang sedang mencari keberadan dirinya. Perlahan Alexa menaiki anak tangga satu persatu keatas dengan sangat perlahan tanpa mengeluarkan sedikit pun suara. Setelah menggapai tangga tertinggi, dia kenakan sensor pendeteksi panas tubuh yang dia selipkan di pinggang belakang celana jeans nya, merekatkan perlahan seperti kacamata dengan lensa sedikit lebih tebal dan rangkanya yang juga berfungsi sebagai alat pencitraan dan baterai yang dapat memberikan energi selama kurang lebih 8 jam pemakaian nonstop. Pada pandangannya, dapat dia lihat empat orang sedang bergerap perlahan dengan senjata siap terarah pada sasaran dengan posisi tempur yang sempurna. Dari tampilan pandangan ini Alexa tidak berani mengambil resiko konyol dengan menyerbu mereka secara sembarangan, dia mungkin dapat membunuh satu atau dua dari para penyerangnya, akan tetapi kemungkinan dia juga terbunuh juga besar oleh penyerang ke tiga atau ke empat.
Akan tetapi mereka harus secepatnya dihabisi, atau dirinya yang akan habis oleh para penyerangnya itu. Melalui sensor penanda panas tubuh, dia dapat memperkirakan jarak para penyerangnya, dan yang terdekat saat ini berada diruang sebelah, yang artinya berada diluar kamar. Perlahan Alexa mendorong pintu masuk rahasia, melangkah dengan sangat perlahan keluar dari lemari walking closet, mengarahkan (senjata semi otomatisnya) kesasaran terdekat yang sudah terpasang alat peredam ketika dia mempersiapkan untuk dibawa, ketika masih berada diruang penyimpanan tadi. Mengokang perlahan, dan melepaskan tembakan dalam posisi berdiri dengan kedua lututnya kearah kepala. Tembok kamar pembatas yang terbuat dari panel gypsum tersebut dipastikan tidak dapat menahan terjangan peluru yang berputar berusaha menembusnya. Sedetik setelah melepaskan tembakan, dia berputar dan berguling pindah ke sisi lain dalam ruangan kamar, mengambil posisi jongkok dengan senjata mengarah kepada penyerang kedua, sebelum para penyerangnya menyadari apa yang sedang terjadi., melepaskan tembakan kedua kearah kepala, kemudian melakukan rolling kedepan menuju pintu masuk kamar, tetap dalam posisi jongkok kembali dia melepaskan tembakan ke tiga, akan tetapi setelah tembakan kedua, dua dari sisa penyerangnya menyadari serangan balik Alexa, dan melepaskan tembakan membabi buta kearah tembok kamar dimana dia berada sekarang. Alexa melepaskan tembakan ketiga, tepat mengenai dagu penyerang ketiganya. Sekilas penyerang ke empat, melihat rekannya terpental kebelakang dengan semburan darah dari mukanya, belum sempat dia mengarahkan senjatanya kearah desingan halus yang menghantam rekannya, pandangannya menjadi gelap, garis halus dan kilatan cahaya menyambar dirinya, dan semuanya menjadi gelap. Sesaat setelah melepaskan tembakan ketiga, Alexa langsung memberondong penyerang ke empatnya dengan lebih dari sepuluh peluru sekaligus. Dua dari pelurunya mengenai muka. Alexa menendang pintu kamar tersebut, memberikan tembakan memastikan kepada semua penyerangnya kearah kepala. Detak jantungnya kembali kedetak normal.
Dikenakan kembali alat penanda sensor panas tubuh, dengan cermat dia memperhatikan kesekeliling bangunan rumah, memastikan bahwa tidak ada orang lain diluar sana yang sedang menunggunya dengan senjata siap merobek-robek tubuh korbannya. Dengan cepat, Alexa menarik keluar satu persatu tubuh takberdaya yang baru saja dibunuhnya keluar dari rumah, disusun menjadi satu dipojok halaman terluar kemudian dia menyiramkan sebuah cairan keseluruh mayat yang tidak berdaya tersebut, kemudian melemparnya dengan api. Sengatan tajam dan dalam saling berebutan untuk memenuhi seluruh daging dan kain dari mayat yang sekarang telah penuh dibalut oleh kilatan merah kebiruan menyambar-nyambar. Alexa kembali masuk kedalam, pertimbangannya berubah, sepertinya dia harus membawa sedikit senjata untuk sekedar berjaga-jaga.
Beberapa menit Alexa keluar dari rumah dengan membawa tas hitam yang sebelumnya dia keluarkan isinya. Dengan sedikit mengeluarkan tenaga, dia masukan tas cukup berat tersebut kebagasi belakang Civic nya. Kemudia dia kembali kepintu rumah berjongkok sebentar dipintu masuk, mengaktifkan sensor peledak yg ada didalam rumah tersebut, kemudian menutup pintu dengan perlahan. Sebelum berlari kearah mobilnya, dia meleparkan sesuatu kearah kilatan api yang menyambar-nyambar, ketika sesuatu tersebut berbenturan dengan tubuh hangus dan pecah, kilatan api semakin besar menyambar dan berpencar. Suara ban bergesekan dengan tanah menghempaskan kerikil menjauh, dan meninggalkan kilatan api yang semakin menggila.
Pikirannya dipenuhi berbagai macam pertanyaan. Para penyerangnya tidak memiliki sesuatu untuk diintrograsi, tidak ada satupun yang dapat dijadikan jejak untuk ditelusuri. Senjata yang mereka gunakan terlalu generik,
Dalam kecepatan, pikirannya sibuk memilah, menganalisa dan mencari setiap celah yang dapat dijadikan informasi.
0 comments:
Post a Comment